Selasa, 30 Agustus 2011

HAPPY EID EL FITR 1432 H

Meskipun banyak dosa yang tak terdeteksi dengan RONTAGEN.
Tak terdengar oleh STETOSKOP.
Dan tak terlihat oleh Sinar X maupun CT Scan.
Antibiotik tak bisa mengobati.
Anastesi tak mampu menahan sakit hati.
Hanya kata maaf dapat mengamputasi dari segala Virus Hati. 
SELAMAT tinggaL RAMADHAN,,SELAMAT datang LEBARAN. 
Sampai jumpa tahun depan dengan kerinduan dan senyuman.. 
SeLamat Hari Raya IduL Fitri 1 SyawaL 1432 H. 
MinaL Aidzin WaL Faidzin :)

Jumat, 12 Agustus 2011

PEMBINGKAI PERISTIWA PROKLAMASI INDONESIA

Foto adalah suatu estetika dan realita. Itulah kata yang mungkin bisa saya ungkapkan. Tidak hanya sebagai bentuk maupun nilai sebuah keindahan saja tetapi foto juga mengandung nilai yang bermakna. Foto dapat digunakan sebagai bukti otentik dari suatu peristiwa bersejarah. Seringkali kita mengabaikan makna dari suatu foto, namun dari inilah terdapat nilai sejarah dan cerita. Seperti saat peristiwa 17 Agustus 1945, hari yang sangat bersejarah bagi Bangsa Indonesia.

Siapakah fotografer itu?
Beliau adalah Frans Soemarto Mendur (lahir tahun 1913 – meninggal tahun 1971) adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 Bersama saudara kandungnya, Alexius Impurung Mendoer (1907-1984), mereka turut mengabadikan perisitiwa bersejarah itu. Setelah mendapat kabar dari seorang sumber di harian Jepang Asia Raya bahwa akan ada kejadian penting di rumah kediaman Soekarno, Frans langsung bergerak menuju rumah bernomor 56 di Jalan Pegangsaan Timur (Saat ini rumah presiden pertama itu sudah diratakan dengan tanah, ditandai dengan tugu berujung petir, berada di kawasan Taman Proklamator, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat) sambil menyandang kamera SLR merek Leica dibahunya, senjatanya sehari-hari dalam peliputan. Walau suasana Kota Jakarta, masih sepi, ia harus berhati-hati, berjalan mengendap-endap Di tengah keremangan pagi, Pria asal Sulawesi Utara berusia 32 tahun yang bekerja sebagai wartawan foto Harian Asia Raya itu berjalan dengan langkah cepat namun waspada. Maklum saja, walaupun Dai Nippon telah bertekuk lutut kepada sekutu, tentara Jepang masih aktif berpatroli di seantero kota. Menurut perjanjian dengan tentara sekutu yang dimotori Amerika Serikat, tentara Jepang tetap diberi tanggung-jawab terhadap situasi kemanan, sebelum tentara sekutu tiba untuk mengambil alih. Sekitar pukul 05.00 Frans Mendur tiba di halaman rumah Bung Karno. Suasana masih sepi. Pada pukul 10.00 tepat, 2 serangkai Soekarno dan Mohammad Hatta keluar dari dalam rumah bergabung bersama warga lainnya, dengan nada yang mantap Bung Karno membacakan naskah Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Frans Mendur dengan kamera Leica-nya mengabadikan peristiwa bersejarah itu. Hanya 3 frame gambar yang dijepretkannya. Ia hanya memiliki 3 plat negatif hari itu. Saat itu film negatif berbentuk plat. Satu plat dipakai untuk sekali pengambilan. Bukan seperti saat ini yang berbentuk pita seluloid berisi 36 bingkai gambar.
Berkat Frans Mendur, jadilah tiga foto yang menjadi rekaman sejarah kelahiran bangsa ini.
Foto pertama saat Bung Karno membacakan teks proklamasi didampingi Bung Hatta.
Foto kedua, merekam para tokoh yang turut hadir dalam peristiwa itu.

Foto ketiga adalah saat perwira Peta paling senior, Kapten Latief Hendraningrat menaikkan bendera Sang Saka Merah putih di tiang bendera batang bambu.
Ketiga foto itu menjadi dokumen sejarah satu-satunya dalam peristiwa pembacaan proklamasi kemerdekaan. Akibat peristiwa proklamasi kemerdekaan itu, tentara Jepang mencari-cari Frans Mendur untuk merampas negatif foto itu. Dan hal tersebut tampaknya sangat disadari oleh Mendoer bersaudara, Alex dan Frans tidak bisa berbuat banyak ketika tentara jepang merampas kamera dan film hasil jepretan mereka di moment bersejarah itu. Beruntung berkat kecerdikan mereka Frans berhasil mengelabui tentara jepang dan menyembunyikan salah satu rol film hasil bidikannya di bawah pohon dihalaman kantor harian Asia Raya. Meski berhasil menyembunyikan bukan berarti masalah sudah terselesaikan karena upaya untuk mencuci negatif yang di tanam juga membutuhkan suatu perjuangan ekstra. Alex dan Frans terpaksa harus bergerak diam-diam untuk mengelabui tentara jepang dengan cara mengendap dan memanjat pohon. Semua dilakukan pada malam hari sampai akhirnya keduanya berhasil melompati pagar di samping kantor Domei (sekarang kantor berita ANTARA) untuk sampai di sebuah lab foto.
Dengan foto itu, seluruh dunia mengetahui Kemerdekaan Indonesia. 
Pemerintah berdasarkan usul Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa memberikan tanda kehormatan Bintang Mahaputera Nararya kepada dua jurnalis foto pada masa revolusi, yaitu Alexius Impurung Mendur (alm) dan Frans Soemarto Mendur (alm) yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden nomor 53 TK/2010 itu diterima oleh perwakilan keluarga kedua tokoh itu. Alexius Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur adalah pejuang dan saksi perjuangan revolusi Indonesia.

Sumber : diambil dari berbagai sumber.